Norito, Mantera Agama Shinto yang Sering Kita Temui Tanpa Sadar pada Manga dan Anime
Mantera yang bagaimana sih lebih tepatnya? Lalu apa hubungannya dengan Zoro?
Nah, Norito sudah ada bahkan jauh sebelum Zaman Nara (794), salah satu bentuk kesusasteraan lama negara Jepang dan dimasukan kedalam kesusastraan ada pada Zaman Nara.
Pada awalnya ditemukan, Norito berupa mantera-mentera sederhana yang dipergunakan ajaran agama shinto untuk memuja dewa.
Dewa yang dipuja bisa saja banyak dan tidak mengacu kepada satu dewa dan kita tahu di Jepang banyak sekali dewa dengan segala macam perwujudan dan nama-namanya.
Pada zaman tersebut, Norito selain bertujuan untuk memanjatkan do’a, masyarakat juga percaya hal itu bisa membuat dewa senang sehingga berdampak pada kehidupan masyarakat sekitar.
Isi dari norito tersebut bermacam-macam dan seiring berjalannya waktu, norito digunakan dalam pengobatan.
Masyarakat percaya bahwa penyakit dan wabah terjadi karena alam tempat dewa tinggal telah terusik sehingga dewa terasa tidak nyaman.
Karena ketidaknyamanan tersebut dewa menurunkan penyakit sebagai balasannya.
Jadi dengan dibacakannya norito dalam pengobatan, mereka berharap dewa senang dan penyakit pun sembuh.
Sekilas mirip dengan beberapa praktik pengobatan yang ada di Indonesia dan meskipun begitu, kita harus tetap menghormatinya.
Seiring berjalannya waktu, Norito terus berkembang dan penggunaannya pun bermacam-macam.
sumber: schoyencollection.com |
Dari awalnya berupa mantera-mantera senderhana, kemudian bertambah panjang sampai mendapat tambahan doa-doa pembuka dan penutup.
Norito tidak menggunakan gaya bahasa yang biasa saja layaknya bahasa yang dipergunakan orang sehari-hari untuk berkomunikasi.
Sehingga bahasa yang digunakan dalam Norito tidak bisa diartikan secara harfiah bahkan sampai saat sekarang ini.
Gaya bahasa yang digunakan dalam norito musti mengandung usur keindahan bahasa dan tidak sembarangan.
Kembali lagi ke pola yang sebelumnya bahwa, semakin indah bahasa dan pilihan kata yang digunakan, tentu dewa akan semakin senang.
Jika dewa senang, tentu hal baik akan selalu datang dalam kehidupan kita.
Dengan pola yang sedehana tersebutlah, norito bahkan masih bertahan sampai saat ini.
Contoh gaya bahasa yang dipergunakan dalam norito bisa berupa adalah perumpamaan, pengulangan, penggunaan antitese (pertentangan), dan lainnya menurut tatanan bahasa Jepang.
Contoh Norito yang Sering Ditemui
Bagi kamu penggemar anime aksi yang sering mengeluarkan jurus-jurus keren, entah itu tebasan pedang atau elemen-elemen yang umum, pasti penasaran kenapa mereka tidak langsung tebas, atau mengeluarkan jurusnya.
Kenapa mereka harus menyebut nama jurusnya dulu yang kadang panjang, kadang pendek baru jurusnya keluar.
Contohnya, jurus Jiraiya yang salah satu namanya yaitu : “Kaeru kaeru no Jutsu”
Bagi kita itu nama jurus, tetapi sejatinya itu merupakan mantera, salah bentuk pengaruh dari Norito.
Mantera yang satu ini bersifat pengulangan tetapi artinya jauh berbeda.
Dalam mantera “Kaeru kaeru no Jutsu”, “Kaeru” yang pertama berarti Katak, sedang “kaeru” yang kedua berarti “berubah”.
Jika di ubah kedalam bahasa Indonesia, berarti “jurus berubah menjadi katak” yang secara tidak langsung Jiraiya berdoa kepada dewa agar siapapun yang kena jurus ini akan berubah jadi katak.
Itu salah satu untuk contoh yang pendek.
Tetapi kalau soal keindahan bahasa, contohnya bisa kita lihat pada semua jurus dari wakil kapten idola kita semua yaitu, Roronoa Zoro.
Berikut kutipan salah satu jurus dari beliau:
九山八海 (kyuuzan hakkai)
"sembilan gunung delapan samudera"
一世界 (hitosekai)
"satu dunia"
千“集まって”小千世界 (sen atsumatte sousen sekai)
"setiap kumpulan seribu-seribu masa"
三乗結んで (sanjou musunde)
"terbagi tiga"
斬れぬ物なし (kirenu mono nashi)
"tak ada yang tak bisa kupotong"
三都流:奥義 。一代三千大千世界 (santouryuu ougi: ichidai sanzen daisen sekai) "jurus tiga pedang rahasia: 3000 dunia besar"
Keindahan bahasa, perumpamaan, pengulangan kata, semua hampir tercakup dalam satu bait jurus Zoro diatas.
Jurus tersebut dia gunakan saat ingin menebas Pica menjadi dua pada Arc Dressrosa.
Kalau di manga itu berada di chapter 778 dan aksinya tersebut berhasil membikin geger seantero Dressrosa.
Dilihat dari segi bahasa, kanji yang digunakan tidak lazim dan jauh dari penggunaan kanji dalam bahasa Jepang yang umum.
Pengartian dalam bahasa Indonesia pun tidak bisa persis dan indah karena kazanah bahasa Indonesia belum cukup mampu untuk mengimbangi kesusasteran bahasa lain khususnya Jepang yang jauh lebih tua.
Tidak hanya jurus diatas, hampir semua jurus Zoro menggunakan kanji serta pengulangan yang tidak umum.
Contohnya untuk jurus Shishisonson (獅子歌歌: Raungan Anak Singa)
Shi (獅) yang pertama berarti Singa, shi (子) yang kedua berarti anak, sedang sonson (歌歌) berarti raungan.
Sonson (歌歌) hanya bisa berarti raungan jika kanjinya berjejer berdua.
Jika kanjinya satu (歌), berarti nyanyian jika ditelaah dalam sistematika bahasa Jepang.
Tapi kan nyanyian atau lagu bahasa Jepangnya Uta bukan Son?
Nah inilah seperti yang dibahas sebelumnya bahwa Norito menggunakan gaya bahasa yang unik dan berbeda dari bahasa komunikasi sehari-hari tetapi masih memiliki arti dan maksud yang sama.
Selamat ber-norito!
Sumber:
Mandah, Darsimah, dkk. 1992. Pengantar Kesusastraan Jepang. Jakarta: Gransindo.
Post a Comment for "Norito, Mantera Agama Shinto yang Sering Kita Temui Tanpa Sadar pada Manga dan Anime"